NewsToyota Avanza Club Indonesia

RFID dan Hubungannya Dengan BBM Bersubsidi

TACI Pemasangan RFID BBM
Pemasangan RFID Pada Mobil Avanza

Kamis (25/8) kementerian ESDM memasang radio frequency identification (RFID) pada 1 SPBU dan 50 angkot di Jakarta yakni angkutan kota M-01 jurusan Kampung Melayu-Senen. Kebijakan ini diambil sebagai upaya untuk mencegah para pengguna kendaraan plat kuning membeli BBM bersubsidi melebihi batas wajar.

RFID merupakan sebuah metode identifikasi secara otomatis dengan menggunakan suatu piranti yang disebut RFID tag atau transponder, bisa dipasang atau dimasukkan di dalam sebuah produk, hewan atau bahkan manusia dengan tujuan untuk identifikasi menggunakan gelombang radio. Label RFID terdiri atas mikrochip silikon dan antena. Label yang pasif tidak membutuhkan sumber tenaga, sedangkan label yang aktif membutuhkan sumber tenaga untuk dapat berfungsi.. Indentifikasi oleh RFID ini tentu saja tidak seperti barcode barang-barang di supermarket yang harus dipindai satu-satu, RFID menggunakan komunikasi gelombang radio untuk secara unik mengidentifikasi objek atau seseorang. Teknologi ini menciptakan cara otomatis untuk mengumpulkan informasi waktu, atau transaksi pembelian BBM bersubsidi dengan cepat, mudah tanpa human error. RFID menyediakan hubungan ke data dengan jarak tertentu tanpa harus melihat secara langsung, dan tidak terpengaruh lingkungan yang berbahaya seperti halnya barcode. Identifikasi RFID bukan sekedar kode identifikasi, sebagai pembawa data, tetapi dapat di tulis dan diperbarui data di dalamnya dalam keadaan bergerak.

Sederhananya, RFID ini mampu menghimpun data pembelian BBM bersubsidi tiap-tiap angkutan umum yang dipasangi RFID bahkan membatasinya. Data tersebut dijadikan sebagai bentuk pengawasan pemerintah agar BBM bersubsidi benar-benar digunakan oleh orang-orang yang berhak. Namun, ada beberapa catatan penting dari saya mengenai rekomendasi kebijakan yang satu ini, pertama, masalah anggaran program. Karena perangkat RFID ini merupakan investasi pemerintah, artinya pemerintah yang menggelontorkan dana yang cukup besar untuk membeli perangkat-perangkat RFID, jika satu chip RFID harganya bisa mencapai 450ribu maka untuk uji coba 50 angkot saja pemerintah harus mengeluarkan 22,5juta rupiah, bagaimana jika 500 angkutan umum di Jakarta, atau bahkan  angkutan umum se Indonesia ini dipasang RFID? Tentu ini bukan biaya yang sedikit. Dari segi infrastruktur pun mengintegrasikan RFID dengan back-end system bukanlah perkara ringan. Pemerintah membutuhkan lapisan middleware RFID yang handal untuk memuluskan aliran data dari RFID reader menuju aplikasi-aplikasi enterprise seperti warehouse management, serta aplikasi enterprise lainnya.

Kedua, pengawasan di lapangan. Pemerintah belum memperhatikan bagaimana pengawasan jika ternyata RFID yang dipasang di angkutan-angkutan umum tersebut dirusak, dihilangkan atau bahkan dijual kembali. Tentu saja pengaturan sanksi untuk hal ini menjadi penting sekali. Ketiga, mekanisme kerja operator. Mekanisme kerja operator di lapangan untuk  memonitor volume BBM bersubsidi yang sudah diserap oleh kendaraan pelat kuning belum jelas. Ketika seorang operator berhasil menemukan data sebuah angkutan umum yang berlebihan dalam membeli BBM bersubsidi, tindakan seperti apa yang akan dikenakan pada angkutan umum tersebut. Operator  sebaiknya bukanlah petugas SPBU karena petugas SPBU hanyalah subjek yang mengaliri BBM bersubsidi, bukan pemberi keputusan.

Keempat, program ini sesungguhnya belum sepenuhnya menyentuh tujuan utama, yakni membatasi penggunaan BBM bersubsidi dan mengatasi kelangkaan BBM bersubsidi. Program ini hanya mampu mendeteksi kewajaran atau ketidakwajaran angkutan umum dalam membeli BBM bersubsidi, artinya memang lebih menekankan pada pemerataan hak penikmat BBM bersubsidi. Program ini juga nampaknya belum bisa menyelesaikan persoalan pelik terkait spekulan dan penimbun BBM bersubsidi baik di tingkat pusat maupun di daerah-daerah.

Dalam kenyataannya, program pemasangan RFID sebagai alat pendeteksi konsumsi BBM bersubsidi ini memang baru memasuki tahap uji coba. Artinya, uji coba ini semata-mata bersifat perkiraan berdasarkan analisis dan pertimbangan logika dari Kementerian ESDM dan tim kajian pembatasan BBM terkait masalah ini. Perkiraan mereka sangatlah penting, terutama untuk menilai kelayakan dasar-dasar konsep dan desain program ke depannya. Kelayakan praktis juga bisa dilakukan oleh tim kajian pembatasan BBM karena mereka juga mempunyai pengalaman dan wawasan praktik yang cukup luas. Uji coba ini diperlukan untuk melihat kelayakan pemasangan RFID secara lebih makro, sementara uji coba dengan lokasi di Jakarta akan mendapatkan informasi kelayakan program secara mikro untuk kemudian ditarik kesimpulan secara umum dan mempertimbangkan apakah program ini akan dilanjutkan atau dihentikan.

Dengan demikian, program pemasangan RFID pada angkutan umum ini perlu dicermati kembali layak atau tidaknya serta akibat yang dapat ditimbulkannya dalam proses implementasi. Dalam proses analisisnya, kita perlu memproyeksikan hasil dari program pemasangan RFID baik luaran (ouput) maupun dampak (impact). Yang perlu diingat pula jika kemudian pemasangan RFID ini dimassalkan se-Indonesia, tentu akan menimbulkan dampak dan tingkat konsekuensi yang berbeda antara satu daerah dengan daerah lain mengingat perbedaan dimensi tempat dan waktu. Konsekuensi lainnya yang juga perlu diperhatikan adalah timbulnya resistensi atau penolakan serta perilaku negatif dalam proses implementasi program ini.

Tags

Related Articles

Leave a Reply

Close